Terik matahari siang memang panas menyengat, tapi mungkin lebih panas suasana hati Asry Nofa yang sejak tadi tidak tersenyum sedikitpun. Kalau sedang kesal dia memang sering begitu, cerita lucu sekalipun tidak akan bisa membuat ia tertawa. Ia duduk di depan laptopnya sambil membuka akun facebooknya. Hampir rata status dari semua teman facebooknya yang tampil di beranda mengemukakan kekecewaan, sakit hati, penyesalan, pokoknya berbau kehancuran semua. Asry Nofa tampak semakin kesal, tekanan darahnya semakin naik. Ia tersentak kaget ketika pundaknya di tepuk seseorang dari belakang. Saat ia menoleh, tampak Jusmy tengah tersenyum ke arahnya.
“Ada masalah…?” Tanya Jusmy.
Asry Nofa menggelengkan kepalanya pelan.
“Kalau ada masalah, mungkin kamu perlu berbagi cerita, daripada di pendam sendiri.” Kata Jusmy.
“Aku bingung…,” Kata Asry.
“Bingung kenapa?”
“Aku tidak menyangka kalau akan di fitnah seperti ini…,”
“Maksudmu…?” Jusmy mengerutkan dahinya, tidak mengerti arah pembicaraan Asry Nofa.
“Aku di sebut sebagai perebut pacar orang.”
Jusmy tersentak kaget, “Hmmm…, kenapa bisa seperti itu…? Siapa yang mengatakan kamu seperti itu…? Punya bukti apa dia…?”
Asry Nofa menundukkan wajahnya. “Lunar…!” Ia menyebut nama seorang gadis teman satu kampusnya.
“Alay …! Lunar mengatakan kamu seperti itu…?”
“Bukan hanya mengatakan…, tapi sudah ia ceritakan kepada banyak teman. Malu sekali rasanya tadi waktu di kampus, banyak teman yang memandang tidak ramah padaku.”
“Memangnya di bilang kamu merebut siapa? Pacar siapa?”
Asry tidak menyahut, ia hanya mengarahkan jari telunjuknya, menunjuk kearah foto salah satu teman facebooknya di layar laptop. Jusmy melihat foto orang yang di maksud Asry, ia melihat foto seorang pria yang sangat ia kenali. Pria itu tidak lain adalah Agus, salah satu sahabat mereka.
“Alay …!” Jusmy berseru. “Lunar memang sudah gila…, dia fans berat sama Agus, mereka sempat pacaran memang, tapi sudah putus.”
“Masalahnya kenapa harus mengatakan saya yang merebut Agus dari dia…?”
“Well…, mungkin dia pikir kamu dan Agus pacaran selama ini, terus dia menganggap kamu penyebab Agus memutuskan dirinya.”
“Sudah jelas itu fitnah…!” Kata Asry setengah menghujat.
“Iya…, itu memang fitnah!”
“Makanya aku tidak bisa terima, aku mau menuntut kebenaran.”
“Hmmm…, kita bicarakan sama Junot, Alhak, dan Tamink. Atau kalau perlu sama Agus sekalian.”
Asry melirik setengah sadis. “Bahas sama Agus…? Yang benar saja!”
“Yaaa…, paling tidak kalau Agus tahu, dia bisa menegur Lunar dan menjelaskan yang sebenarnya kepada semua teman di kampus.”
Asry menyandarkan tubuhnya sambil menghela napas panjang yang tadinya masih terasa sesak. Mungkin dia memang harus membahasnya bersama Agus.
***
Agus baru saja keluar dari Tiara Net, warnet tempat ia bekerja setiap hari ketika HPnya berdering, nada dering yang menandakan adanya panggilan. Ia melihat layar HPnya, kemudian di dekatkan ke telinga.
“Ya, kenapa?” Tanya Agus yang sudah mengetahui kalau Asry Nofa yang menghubunginya.
“Kamu di mana sekarang?” Tanya Asry dari tempat yang berbeda.
“Di Tiara Net, ini rencana mau ke Unaaha!” Jawab Agus.
“Aku perlu bicara sama kamu.”
“Masalah apa yang mau di bicarakan…?”
“Pokoknya ini penting!”
“Kamu di mana sekarang?”
“Masih di rumah! Rencana aku mau ke Tiara Net!”
Agus berpikir sejenak, kemudian ia berkata, “Aku agak sibuk hari ini! Kamu ke sini saja sebentar malam.”
“Aku tidak bisa keluar malam, ada tugas kampus yang harus aku selesaikan.”
“Ya sudah! Lain kali saja di bahas!”
Jawaban itu membuat Asry kesal. Ia langsung memutuskan pembicraan di HP. Agus agak kesal juga karena Asry memutuskan pembicaraan begitu saja sebenarnya, tapi karena masih ada urusan yang harus ia selesaikan, rasa kesalnya ia simpan saja dulu di tempat yang aman.
Agus menahan mobil angkutan umum yang mengarah ke Unaaha. Saat berada di dalam mobil angkutan umum, ia menerima SMS dari Jusmy yang berisi pesan,
ASRY SEDANG PUNYA MASALAH,
KALAU TIDAK SIBUK, KAMU KETEMU SAMA DIA.
Agus berpikir mungkin maksud Asry ingin bertemu dengannya untuk membahas masalahnya itu. Ia membalas SMS tersebut,
AKU MENUJU KE UNAAHA,
TUNGGU AKU DI RUMAHMU.
Ia berhenti di depan BNI Unaaha, kemudian masuk kedalam bank tersebut. Tidak sampai setengah jam, Agus keluar dari BNI. Ia langsung menuju ke rumah Jusmy yang letaknya tidak terlalu jauh dari BNI.
Saat tiba di halaman rumah Jusmy, tampak gadis itu sedang duduk di teras rumah. Ia memang sudah menunggu Agus dari tadi.
“Masuk ke dalam!” Kata Jusmy mempersilahkan Agus masuk ke rumahnya.
“Di sini saja! Lebih sejuk suasananya!” Kata Agus sambil duduk di sebuah kursi. “Memang Asry ada masalah apa?” Tanya Agus langsung pada pokok maksud kedatangannya ke rumah Jusmy.
“Hmmm…, dia kena fitnah!” Jawab Jusmy singkat.
“Fitnah apa?” Tanya Agus lagi, masih sedikit santai.
“Mungkin Lunar berpikir kalau Asry dan kamu menjalin hubungan special, terus Asry di anggap merebut kamu dari Lunar. Parahnya, Lunar menceritakan ketidak benaran itu kepada semua teman di kampus. Makanya banyak teman yang jadi sinis sama Asry.”
Agus hanya menggigit bibirnya mendengarkan penjelasan Jusmy. “Kenapa Asry tidak membantah semua tuduhan yang di arahkan kepadanya?”
“Bagaimana mau membantah, untuk menjelaskan yang sebenarnya saja sudah susah karena banyak teman yang percaya, di dukung kedekatan kalian selama ini, aku pikir sudah pasti teman di kampus percaya.”
“Begitu…? Jadi bagaimana? Aku harus bertemu Lunar dan menyuruhnya meluruskan masalah ini, menyuruhnya minta maaf kepada Asry, lalu semuanya selesai?”
Jusmy jadi kesal mendengar penuturan Agus. “Yaaa…, paling tidak kamu ikut membantu Asry menyelesaikan masalahnya.” Kata Jusmy mendengus kesal.
“Besok aku ke kampus kalian! Kita bahas disana saja!”
“Boleh! Sekalian kita bahas bersama yang lainnya.”
Agus mengangguk pelan. Ia tidak menyangka kalau Lunar akan bertindak sejauh itu. Yang palig ia tidak suka, kenapa harus menuduh Asry seperti itu? Padahal ia dengan Lunar sudah tidak ada hubungan perasaan lagi.
***
Kampus UNILAKI atau Universitas Lakidende tampak ramai, masih jam 07.40 am, Jusmy duduk di dalam kantin bersama Junot, Tamink, dan Alhak. Mereka menunggu kedatangan Agus dan Asry.
“Coba kamu hubungi Agus!” Kata Alhak kepada Junot.
“Tadi sudah aku SMS, barusan dibalas, katanya dalam perjalanan.” Kata Junot.
Tamink tidak begitu menggubris kehadiran 3 temannya, ia masih sibuk menikmati makanannya. Jusmy memperhatikannya, gadis itu kadang berpikir juga, kenapa bisa bersahabat dengan manusia super buta hati seperti Tamink? Tapi Agus dan Junot sering mengatakan padanya bahwa persahabatan itu tidak mengukur perbedaan, justru perbedaan itulah yang membuat persahabatan lebih bermakna.
“Selesai makan bayar sendiri…!” Kata Jusmy memberi peringatan pada Tamink yang paling senang kalau makanannya di bayarkan.
Tamink melirik kea rah Jusmy, “Tenang…! Kali ini aku yang bayar semua makanan kalian.”
Jusmy terkejut juga mendengar ucapan Tamink.
“Weee…, tumben! Habis gajian yaaa…?” Kata Alhak bergurau.
“Tadi aku menjebol ATM BNI, jadi dompet berisi kembali.” Kata Tamink membalas gurauan Alhak.
Jusmy tertawa renyah, Junot berusaha menahan tawanya, namun tetap tampak kalau ia juga menganggap lucu apa yang di bicarakan Tamink dan Alhak.
Saat itu Agus muncul di ambang pintu kantin, ia langsung duduk di sisi Junot. “Mana Asry…?” Tanyanya.
“Belum datang.” Jawab Junot.
“Calling HPnya dong!”
“Sudah, tapi tidak aktif.”
“Dia tahu tidak kalau kita berkumpul hari ini?”
“Iya, dia tahu. Tapi mungkin malu ke kampus, banyak teman yang terlanjur percaya ucapan Lunar.” Kata Jusmy.
“Ya sudah…! Sekarang kita cari solusinya!” Kata Alhak.
“Menurutku Asry dan Lunar harus di pertemukan.” Kata Junot.
“Sulit! Asry sudah sangat benci pada Lunar. Lihat wajahnya saja dia sudah alergi.” Kata Jusmy.
“Weee…, parah itu!” Kata Tamink, “Bisa langsung mimisan kalau mereka bertemu, atau langsung demam tinggi.”
“Husss! Serius sedikit dong!” Kata Jusmy pada Tamink yang tampak masih bergurau.
“Aku akan bicara pada Lunar! Kalian bantu Asry untuk berpikir positif menghadapi maslah ini!” Kata Agus , ia langsung berdiri dan melangkah ke luar kantin.
Jusmy, Alhak, Tamink, dan Junot tidak sempat menahan kepergiannya.
“Setelah kuliah bubar sebentar, aku akan kerumah Asry!” Kata Junot.
“Aku ikut denganmu!” Kata Jusmy.
“Aku juga!” Kata Alhak.
“Aku tidak!” Kata Tamink. “Aku mau singgah di Tiara Net, main game on line dulu.”
Junot, Alhak, dan Jusmy saling pandang. Hmmm…, sahabat mereka yang satu itu memang sedikit beda. Ups, bukan sedikit, tapi banyak.
***
Kuliah kelas bahasa inggris selesai jam 01.30 pm, Junot langsung ke rumah Asry dengan di temani Alhak dan Jusmy. Mereka di sambut oleh Asry dengan wajah tidak bersemangat.
“Agus menemui Lunar untuk meluruskan masalah ini.” Kata Junot ketika mereka sudah duduk di ruang tamu.
“Iya, harusnya kalau Agus masih ada perasaan sama Lunar, mereka jadian kembali saja. Supaya aku tidak perlu di bilang perusak hubungan atau perebut pacar orang.” Kata Asry sambil mendengus kesal.
“Tapi Agus memang sudah tidak berniat untuk menjalani kembali hubungan yang sudah ia putuskan.” Kata Alhak menjelaskan.
“Kalau begitu secepatnya Agus harus punya pacar…!” Kata Asry.
“Agus juga sedang tidak ingin berpacaran dengan siapapun.” Kata Jusmy menambahkan.
“Jadi aku yang harus secepatnya punya pacar?” Asry menatap ketiga sahabatnya bergantian.
Junot memperbaiki posisi duduknya untuk lebih nyaman. “Kamu atau Agus tidak perlu melakukan hal yang bertolak belakang dengan keinginan kalaian saat ini. Yang di katakan Lunar pada banyak teman itu tidak benar, dan kalau kamu tidak berani muncul di kampus, artinya kamu menunjukkan kalau apa yang di katakan Lunar itu benar! Lebih tepatnya kamu memperkuat tuduhan Lunar yang mengatakan kamu perebut pacar orang.”
“Idih…, mendingan perang kalau itu terjadi.” Kata Asry mendengus kesal.
“Makanya…, menurut aku, sebaiknya kamu cuek saja!”
“Bagaimana bisa cuek…? Yang begini harus di tuntaskan!”
“Bagaimana bisa tuntas kalau kamu malah bersembunyi? Harusnya kamu langsung temui dia, jelaskan kalau kamu tidak ada hubungan special sama Agus.”
Asry mengangguk setuju. “Kamu benar, Junot!” Katanya, “Harusnya aku lebih tenang menghadapi masalah ini.”
“Tenang saja…, kalau Lunar main lumpur, dia sendiri yang akan terkena lumpurnya.” Kata Alhak memberi semangat.
“Baiklah, besok aku akan ke kampus seperti biasa, aku akan bicara dengan Lunar.” Kata Asry dengan suara mantap penuh keyakinan.
“Tidak perlu bicara dengan Lunar!” Terdengar suara yang sangat akrab dari arah pintu ruang tamu. Asry, Jusmy, Junot, dan Alhak menoleh ke arah datangnya suara, disana tampak Agus berdiri dengan sikap tenang. “Aku sudah bicara dengan Lunar!”
“Hasilnya…?” Tanya Jusmy penasaran.
Yang lain seperti tidak sabar menunggu jawaban dari Agus.
“Aku hanya bilang padanya, bahwa Asry masih tetap bisa berpikir positif terhadap apa yang ia lakukan, mungkin sebaiknya ia berpikir bagaimana kalau dia yang berada di posisi Asry. Aku katakana bahwa apapun yang ia lakukan, tidak akan berpengaruh terhadap teguhnya persahabatan kita berenam. Saat aku pergi, dia hanya diam dan tidak mengatakan apapun.” Agus mengakhiri penjelasannya sambil duduk di sofa ruang tamu. Ia menatap ke arah Asry yang seperti tidak puas dengan hasil penyelesaiannya.
“Lalu bagaimana dengan nama baik Asry yang sudah rusak di mata banyak teman?” Tanya Jusmy.
“Segala sesuatu yang berbau kabar angin…, tidak ada bukti realistis…, akan lewat seiring waktu berjalan. Asalkan kamu tetap menjalani aktifitasmu seperti biasa, dan tidak terpengaruh dengan hal negatif.”
“Itu bukan sebuah akhir yang baik.” Kata Alhak.
“Bukan masalah harus membuktikan sebuah kebenaran, tapi ini masalah bagaimana kita menyederhanakan sebuah masalah. Setidaknya itu menurutku, dengan begini tidak akan terjadi masalah yang berkepanjangan, dan Lunar akan termakan oleh perbuatannya sendiri. Kalau kalian tidak sependapat dengan caraku, mungkin kalian bisa melakukan tindakan yang menurut kalian lebih tepat.”
Asry dan tiga sahabat lainnya saling bertukar pandang.
Agus menambahkan lagi, “Kalian tahu…, anjing akan takut ketika kamu memberinya ancaman, namun ketika anjing melihatmu sebagai ancaman yang berat, kadang anjing akan berbalik memangsamu.”
“Aku sependapat dengan Agus,” Kata Junot. “Kalau kita membuat dia merasa di kalahkan, tidak menutup kemungkinan dia akan melancarkan rencana selanjutnya.”
“Junot benar!” Kata Alhak menambahkan, “Kita tidak selalu harus jadi pemanang untuk terlihat benar kan …?”
Asry mengangkat bahunya, “Ingin tampil sebagai sosok yang benar kadang mengantar kita pada jalan yang salah.” Katanya. “Aku beruntung kalian bisa meluruskan jalan pikiranku.”
“Hanya saling mengingatkan lebih tepatnya…!” Kata Agus datar.
Asry tersenyum lega, mungkin akan ada cerita buruk tentang dirinya di kampus, namun mungkin akan lebih bijaksana jika Asry menceritakan yang sebenarnya tanpa harus menuntut semua teman akan percaya dengan apa yang ia ceritakan. (end)